Sejak
manusia dilahirkan hingga menjadi manusia dewasa, manusia memiliki dorongan
yang dinamakan libido. Libido merupakan dorongan seksual yang sudah
ada pada manusia sejak lahir. Libido pada anak berbeda dengan libido pada orang
tua. Kepuasan seks pada anak, pencapaiannya tidak selalu melalui alat
kelaminnya, melainkan melalui daerah-daerah lain yaitu mulut dan anus.
Istilah
“seks” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “sexus” kemudian
diturunkan menjadi bahasa Perancis Kuno “sexe”. Istilah ini merupakan
teks bahasa Inggris pertengahan yang bisa dilacak pada periode 1150-1500 M.
“Seks” secara leksikal bisa berkedudukan sebagai kata benda (noun), kata
sifat (adjective), maupun kata kerja transitif (verb of transitive):
Secara
terminologis seks adalah nafsu syahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup
yang biasanya disebut dengan insting/ naluri yang dimiliki oleh
setiap manusia, baik dimiliki laki-laki maupun perempuan yang mempertemukan
mereka guna meneruskan kelanjutan keturunan manusia.
Menurut
Ali Akbar, bahwa nafsu syahwat ini telah ada sejak manusia lahir dan dia mulai
menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya dengan puting buah dada ibunya,
untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa senang yang bukan rasa kenyang.
Dan inilah rasa seks pertama yang dialami manusia.
Seksualitas
merupakan suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan
seks. Dalam pengertian ini, ada 2 aspek (segi) dari seksualitas, yaitu seks
dalam arti sempit dan seks dalam arti luas. Seks dalam arti yang sempit berarti
kelamin, yang mana dalam pengertian kelamin ini, antara lain:
1.
Alat kelamin itu sendiri
2.
Anggota tubuh dan ciri badaniyah lainnya
yang membedakan antara laki-laki dan perempuan
3.
Kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam
tubuh yang mempengaruhi bekerjanya lat-alat kelamin
4. Hubungan kelamin (sengggama, percumbuan).
Segi
lain dari seksualitas adalah seks dalam arti yang luas, yaitu segala hal yang
terjadi sebagai akibat (konsekwensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin,
antara lain:
1.
Pembedaan tingkah laku; kasar, genit,
lembut dan lain-lain.
2.
Perbedaan atribut; pakaian, nama.
3.
Perbedaan peran dan pekerjaan.
4.
Hubungan antara pria dan wanita; tata
krama pergaulan, percintaan, pacaran, perkawinan dan lain-lain.
Ada
tiga istilah berkaitan dengan seks yang penggunaannya hampir sama dan bahkan
kadang tumpang tindih, yakni seks, gender dan “seksualitas”. Ketiga istilah ini
memang memiliki beberapa kesamaan. Kesamaan yang paling menonjol adalah bahwa
ketiganya membicarakan mengenai "jenis kelamin". Perbedaannya adalah;
seks lebih ditekankan pada keadaan anatomis manusia yang kemudian memberi
"identitas" kepada yang bersangkutan. Jika seks adalah jenis kelamin
fisik, maka gender adalah "jenis kelamin sosial" yang identifikasinya
bukan karena secara kodrati sudah given (terberikan),
melainkan lebih karena konstruksi sosial. Satpam dan sekretaris adalah dua
contoh ekstrem mengenai gender, jenis kelamin sosial akibat dikonstruksi
masyarakat.
Seksualitas
lebih luas lagi maknanya mencakup tidak hanya seks, tapi bahkan kadang juga
gender. Jika seks mendefinisikan jenis kelamin fisik hanya pada
"jenis" laki-laki dan perempuan dengan pendekatan anatomis, maka
seksualitas berbicara lebih jauh lagi, yakni adanya bentuk-bentuk lain di luar
itu, termasuk masalah norma. Jika seks berorientasi fisik-anatomis dan gender
berorientasi sosial, maka seksualitas adalah kompleksitas dari dua jenis
orientasi sebelumnya, mulai dari fisik, emosi, sikap, bahkan moral dan
norma-norma sosial.
Michel Foucault memberikan pengertian seks keluar dari jalur wacana
seksualitas pada umumnya, melainkan pada persoalan metodologis di mana penulis
harus memahami bahasa pemikir yang sedang dikaji, sehingga tidak kehilangan
makna; dengan demikian orientasi penelitian ini nantinya mengarah kepada
pengertian seks dan seksualitas menurut Michel Foucault.
Seks
(sexe) menurut Michel Foucault, tidak sebagaimana adanya, bukan wujud
real dan tunggal sesuai dengan definisi yang diberikan kepadanya dalam wacana.
Seks bukanlah realitas awal dan seksualitas bukanlah hanya dampak sekunder,
melainkan sebaliknya, seks dibawahi secara historis oleh seksualitas. Jangan
menempatkan seks di sisi realitas dan seksualitas di sisi gagasan kabur dan
ilusi.
Seksualitas
adalah figur historis yang sangat real, dan seksualitas-lah yang menimbulkan
pengertian seks sebagai unsur spekulatif yang perlu bagi cara kerja
seksualitas. Michel Foucault kemudian harus mendefinisikan seksualitas dalam
hubungannya dengan sejarah: Seksualitas (sexualit): adalah nama yang
dapat diberikan pada suatu sistem historis: bukan realitas bawahan yang sulit
ditangkap, melainkan jaringan luas di permukaan tempat rangsangan badaniah,
intensifikasi kenikmatan, dorongan terbentuknya wacana, pembentukan
pengetahuan, pengokohan pengawasan dan tentangan, saling berkait sesuai dengan
strategi besar pengetahuan dan kekuasaan".