JAKARTA - Sekitar 190 perusahaan asing
berancang-ancang hengkang dari Indonesia karena terbebani kenaikan upah
pekerja. MS Hidayat, Menteri Perindustrian, mengatakan perusahaan asing yang
berencana hengkang itu berasal dari industri padat karya.
Menurut Hidayat, Kementerian Perindustrian telah menerima laporan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait rencana relokasi 190 perusahaan asing ke luar negeri. "Itu skenario yang terjadi kalau sama sekali tidak ada keringanan untuk industri padat karya," katanya, Rabu.
Menurut dia, industri padat karya di negara maju telah direlokasi ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Saat ini Indonesia masih membutuhkan industri padat karya untuk menunjang penyerapan tenaga kerja. "Sektor ini perlu dibantu, diproteksi agar maju," tuturnya.
Masalah ini telah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menindaklanjuti hal itu, Kementerian Perindustrian telah menginvestigasi dan sejauh ini belum ada perusahaan asing yang hengkang dari Indonesia.
"Menurut laporan yang saya terima, mereka sedang ancang-ancang, itu pilihan terakhir karena butuh proses menetapkan lokasi tujuan relokasi, beli tanah, dan lainnya," ujarnya.
Hidayat menjelaskan, 190 perusahaan asing tersebut telah mengajukan penangguhan terhadap kenaikan upah pekerja tahun 2013. Beberapa provinsi telah menetapkan kenaikan upah minimum tenaga kerja yang berkisar antara 1596-44% pada 2013.
Kenaikan upah tenaga kerja tahun 2013 akan secara langsung menjadi beban tambahan bagi industri padat karya, antara lain tekstil, sepatu, makarian dan minuman, kimia, otomotif, elektronik, dan lainnya. Biaya akan naik pada produksi serta operasi, sehingga berpotensi menekan profitabilitas. Di wilayah Jakarta, misalnya, upah minimum tenaga kerja sektor padat karya naik menjadi senilai Rp 1,68 juta per orang per bulan.
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Apindo, mengatakan sekitar 10 perusahaan garmen asing telah melaporkan rencana hengkang dari Indonesia karena kenaikan upah pekerja yang dinilai tinggi tahun ini. Perusahaan garmen asing itu berasal dari Korea Selatan dan India. "Perusahaan-perusahaan itu pindah secara sembunyi-sembunyi," kata Sofjan.
Dia menilai, perusahaan asing yang hengkang dari Indonesia tidak wajib melapor kepada pemerintah. Berbeda jika perusahaan tersebut akan memulai berinvestasi pabrik baru.
Biaya Produksi
Berdasarkan kompilasi data yang dilakukan oleh
Finance Today, biaya tenaga kerja menyumbang 4,4% terhadap biaya produksi
sejumlah industri padat karya. Sementara biaya tenaga kerja menyumbang 22%
terhadap beban usaha yang mencakup beban penjualan dan beban umum administrasi.
Meski upah tenaga kerja bukan kontribusi utama terhadap biaya produksi, kenaikannya bersama dengan fluktuasi harga bahan baku produksi serta kenaikan tarif dasar listrik akan menjadi tantangan profitabilitas industri padat karya. Perusahaan terpaksa menaikkan harga jual yang justru membebani penyerapan pasar. Hal itu menjadi kendala keberlanjutan perusahaan dari sisi profitabilitas dan kinerja keuangan.
Berdasarkan Organisasi Buruh Internasional (ILO), upah buruh di Asia, mulai dari China hingga Indonesia, naik nyaris dua kali lipat pada periode 2000 hingga 2011. Latief Adam, Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), berpendapat kenaikan upah juga berpengaruh negatif terhadap industri dalam negeri Indonesia. Apalagi, Upah Minimum Provinsi (UMP) di 23 provinsi rata-rata naik sebesar 18,41% sejak Januari 2013.
Jika kenaikan UMP dan produktivitas tidak berjalan secara linier, dapat membebani perusahaan. Jika produktivitas lebih rendah dibandingkan dengan tingginya UMP, akan terjadi gap. "Bank Dunia sudah menyatakan bahwa dalam waktu lima tahun peningkatan pendapatan Indonesia secara keseluruhan sekitar 12,3% sementara peningkatan produktivitas kurang lebih 3%, maka terjadi gap sekitar 9%," tutur Latief.
Hal inilah yang membuat daya saing industri padat karya Indonesia semakin tertekan. Jika daya saing semakin tergerus, akan sangat sulit bagi industri padat karya untuk menghadapi persaingan global.
Sumber : kemenperin