Khasiat Petai Dibalik Baunya

Buah petai sebagai obat mujarab dan itulah yang dibuktikan Sembiring yang sejak lima tahun lalu acap merasakan nyeri di dada kiri. Jika ia kurang tidur, kelelahan, atau menempuh perjalanan jauh, rasa nyeri kian hebat. “Rasanya sampai seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum,” kata pria 62 tahun itu. Puncaknya suatu hari, usai bermain tenis, Sembiring pingsan. Beruntung rekan-rekannya segera membawa Sembiring ke rumasakit. Paramedis mendiagnosis ayah 3 anak itu mengidap penyakit jantung koroner akibat penumpukan plak di pembuluh darah jantung. Sembiring mesti menjalani rawat inap selama 14 hari.
Usai rawat inap, Sembiring segera melesat ke Amerika Serikat. Di Negara Paman Sam itu ia menjalani pemasangan stent pada aorta sebelah kanan. Selama 4 tahun, jalinan kawat dalam nadi jantung mampu mengembalikan kebugaran Sembiring.
Sayang, organ vital pemompa darah itu kembali bermasalah. Musababnya, Sembiring menggemari makanan berlemak. Sejatinya, ia berencana berobat lagi ke Amerika dan menjalani perawatan di sana. Toh, kesibukan menyebabkan rencana itu urung terlaksana.
Penyebab plak
Andai Sembiring rajin mengonsumsi petai, jalan ceritanya mungkin bisa berbeda. Aisha Abdalrahim dan rekan-rekan dari Sekolah Ilmu Pengobatan, Universiti Sains Malaysia membuktikan petai Parkia speciosa mampu melindungi pembuluh darah jantung dari segala kerusakan, termasuk timbunan plak. Pembentukan timbunan plak dalam nadi jantung mirip sumbatan pada saluran air. Faktor usia, penyakit diabetes mellitus, kolesterol tinggi, hipertensi, atau kebiasaan merokok maupun konsumsi alkohol mengganggu fungsi selubung endotelium dalam pembuluh darah jantung dan pembuluh darah lain secara umum.
Selubung endotelium tersusun oleh selapis sel yang masing-masing berukuran delapan per seribu milimeter. Lantaran hanya tersusun oleh satu lapisan sel, endotelium begitu tipis sehingga tak kasat mata. Endotelium melapisi bagian dalam pembuluh darah, mulai dari dari nadi utama jantung sampai ujung kapiler terkecil. Itu alasan mengapa endotelium berperan penting dalam menjaga fungsi berbagai organ vital. Namun, caranya bisa berbeda untuk setiap organ.
Sebut saja di otak dan retina. Sel-sel endotelial membentuk selubung rapat sehingga menciptakan penghalang sehingga hanya molekul berukuran tertentu yang bisa lewat. Itu sebabnya, dalam kondisi normal, molekul besar seperti glukosa atau alkohol jangan harap bisa masuk mata atau otak. Sebaliknya, di hati, limpa, atau sumsum tulang, ikatan sel pembentuk selubung endotelium malah renggang berlubang-lubang sehingga sel-sel bebas masuk keluar. Salah satu tujuannya,  “Mempercepat pergantian sel darah merah,” kata Dr dr Yefta Moenadjat SpBP, ahli ilmu biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Maklum, sel darah merah alias eritrosit adalah alat transportasi vital untuk menjalankan fungsi tubuh. Itu sebabnya populasi sel darah merah sangat besar: 4,5-juta-6-juta sel per mm3 darah. Setiap detik, sumsum tulang memproduksi 2,4-juta eritrosit. Namun, pada saat bersamaan, eritrosit yang mati dan mesti dibongkar di limpa pun sama banyaknya. Akhirnya, sel baru dan sel mati sama banyak sehingga jumlahnya praktis ajek. Menurut Yefta, fungsi terpenting endotelium adalah mencegah pembekuan darah dan mempertahankan elastisitas pembuluh darah.
Pembunuh senyap
Gangguan fungsi endotelium memunculkan efek serius, mulai dari tekanan darah tinggi, stroke, aterosklerosis, sampai penyakit jantung koroner. Menurut Dr dr I Nyoman Kertia SpPD KR, ahli penyakit dalam di rumahsakit dr Sardjito, Yogyakarta, jika gangguan terjadi dalam waktu lama atau berulang-ulang, selubung bakal rusak. Akibatnya zat apa pun yang dibawa darah leluasa membentuk plak. “Sekali terbentuk, timbunan plak akan memperlambat aliran darah dan terus menebal,” kata Nyoman. Tanpa penanganan tepat, pembuluh akan tersumbat seluruhnya oleh timbunan plak. Terjadilah serangan jantung koroner.
Lembaga Kesehatan Dunia WHO menjuluki jantung koroner akibat timbunan plak sebagai the silent killer alias pembunuh yang senyap. Pada 2004 American Heart Association memperkirakan prevalensi penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sekitar 13,2-juta jiwa. Angka kematian karena penyakit jantung koroner di seluruh dunia tiap tahun sekitar 50-juta jiwa, sedangkan di negara berkembang mencapai 39-juta jiwa. Pada 2002 WHO memperkirakan setiap tahun 3,8-juta pria dan 3,4-juta wanita meninggal karena penyakit jantung koroner di seluruh dunia. Maklum, penderita kerap terlambat menyadari. Penyakit jantung koroner-dari kata corona, berarti mahkota lantaran bentuknya melingkar seperti mahkota raja-tumbuh akibat plak yang perlahan menumpuk dari tepi pembuluh dan perlahan-lahan menjalar ke tengah.
Sejatinya endotelium mampu memproduksi oksida nitrat (NO) untuk menggusur plak yang mulai melekat. Namun, kemampuan itu berkurang seiring pertambahan usia, konsumsi makanan tinggi kalori, hipertensi, atau berbagai penyebab lain akibat asupan pangan tidak seimbang. Itu membuat penderita bagaikan jatuh tertimpa tangga. “Sudah pembuluh rusak, perbaikan pun lambat,” kata Nyoman.
Sel baru
Oleh karena itu riset Aisha bagai secercah harapan bagi penderita jantung. Dalam riset itu Aisha membuktikan keandalan petai memperbaiki kerusakan pada pembuluh darah jantung. Ia mencacah dan mengeringkan polong petai pada suhu 450C selama 24 jam. Selanjutnya ia membuat ekstrak air, normal heksana, dan metanol. Total didapat 8 sampel.
Selanjutnya Aisha menguji menguji efek pemberian ekstrak petai terhadap sel aorta, yaitu sel yang berkaitan dengan nadi jantung. Untuk itu ia menggunakan 10 tikus jantan berumur 12-14 bulan sebagai hewan uji. Aisha menyuntik mati semua hewan uji lalu mengambil irisan melintang aorta dari masing-masing tikus. Ia memotong aorta membentuk cincin setebal 1 mm, kemudian menempatkan irisan itu di cawan uji berisi 500 mikroliter media basa yang mengandung 3 mg per ml fibrinogen, 5 mikrogram per ml aprotinin, dan 1% glutamin. Selanjutnya ia menambahkan 10 mikroliter media basa dan ekstrak petai lalu menyimpan pada ruang bersuhu 370C.
Selang 90 menit, ia menuangkan lagi 500 mikroliter media basa mengandung glutamin, 1 mg per ml asam aminokaproat, 60 mikrogram per ml antibiotik gentamicin, serta 100 mikrogram per ml ekstrak petai. Aisha lantas memasukkan cawan ke dalam inkubator bersuhu 370C dan mengalirkan gas karbon dioksida 5% untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Pada hari kelima, Aisha mengamati dan menghitung pembuluh darah yang tumbuh di sekitar cincin.
Hasilnya, ekstrak metanol petai yang diekstrak ulang juga dengan pelarut metanol menumbuhkan paling banyak pembuluh darah baru, 72% lebih banyak ketimbang irisan aorta tikus yang hanya diberi media basa tanpa perlakuan. Sementara ekstrak air hanya 24%. Makin banyak jumlah sel pembuluh darah baru terbentuk berarti makin cepat perbaikan kondisi jika terjadi kerusakan, misal akibat timbunan plak. Lantaran metanol tergolong pelarut semipolar, Aisha menduga zat aktif yang merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru itu juga bersifat semipolar.
Beberapa zat semipolar dalam petai antara lain asam tiazolidin karboksilat dan sitosterol. Aisha menduga asam tiazolidin karboksilat-lah yang berperan penting terhadap regenerasi pembuluh darah secara keseluruhan. Secara teoritis, bahan itu mampu melepaskan nitrogen dari strukturnya untuk membentuk nitrogen oksida yang melindungi selubung endotelium. Zat polisulfida siklik dalam petai pun berperan merangsang pertumbuhan selubung endotelium.
Riset Aisha sejalan dengan hasil penelitian Tanasorn Tunsaringkarn dari Universitas Chulalongkorn, Thailand. Ia mendapati kemampuan petai menurunkan kadar gula dan mengencerkan darah. Namun, Tanasorn tidak meneliti lebih jauh bahan aktif yang menyebabkan kemampuan itu. Suvachittanont, periset dari Jurusan Biokimia, Prince of Songkhla University, Thailand, menemukan kandungan asam tiazolidin karboksilat pada petai sebanyak 19 mg per 100 g biji. Riset-riset terdahulu banyak menyebutkan kemampuan senyawa berjuluk thioproline itu menghambat pertumbuhan kanker dan menurunkan kadar gula darah.
Pangan sehat
Kalangan herbalis di tanahair baru sedikit yang memanfaatkan petai sebagai herbal. Wahyu Suprapto di Kotamadya Batu, Provinsi Jawa Timur, mengetahui khasiat petai untuk membantu mengatasi kanker, diabetes mellitus, dan sebagai antiokasidan. Namun, Wahyu belum pernah meresepkan. “Sebab banyak orang yang tidak suka aroma dan cita rasanya,” tutur dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Padahal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menobatkan petai sebagai salah satu pangan sehat karena kaya gizi. Riset CY Mohd Azizi dan rekan-rekan dari Universiti Teknologi Malaysia menunjukkan petai mengandung banyak nutrisi, seperti asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan asam laurat. Semuanya itu tergolong lemak “baik” lantaran mengandung ikatan tak jenuh. Itu belum termasuk kandungan zat besi, fosfor, dan mineral yang lebih tinggi daripada apel.
K. Heyne dalam buku Tumbuhan Berguna Indonesia menyebut remasan daun petai sebagai obat cacar air yang efektif. Adapun biji petai yang berbau aduhai itu berkhasiat anticacing dan mengatasi gangguan limpa, dengan syarat dikonsumsi mentah. Di negeri jiran, masyarakat Pulau Pinang, Malaysia, meyakini khasiat petai untuk mengatasi diabetes mellitus, hipertensi, sampai antibakteri.
Hanya saja menurut Lina Mardiana, herbalis di Yogyakarta, konsumsi jangka panjang petai memperberat kerja ginjal. Itu sebabnya ia menyarankan menghentikan konsumsi 3 hari setelah seminggu mengkonsumsi. Setelah itu konsumsi bisa diteruskan seminggu lagi, dan seterusnya. Bila bisa mengatur waktu makan petai, bukan tak mungkin kita terhindar dari jantung koroner seperti riset di Malaysia.
(sumber: artikel terproteksi khusus untuk member di  trubus-online.co.id yang boleh di-share dengan menyebut sumbernya)
Share this article :
 
Comments
0 Comments

Posting Komentar

[ pembaca yang baik adalah pembaca yang meninggalkan koment, terima kasih telah berkunjung di blog yang sederhana ini dan semoga bermanfaat ]

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. oppoest - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Gigloplus
Proudly powered by Blogger